Tinjauan Fiqih Muamalah Terhadap Praktik Pinjaman di Agen Gula Merah (Studi Kasus di Dusun III Desa Labuhan Ratu IV)

Abstract

Petani nira di Dusun III Desa Labuhan Ratu IV biasa melakukan akad hutang piutang (qard) dengan agen gula merah. Uang yang mereka dapat kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka, ada yang digunakan kebutuhan produktif dan ada yang konsumtif. Konsekwensi dari akad qard tersebut adalah, ketika petani nira menjual hasil produksi mereka kepada agen maka akan dibeli dengan harga lebih murah dari pada harga umum. Kemudian uang yang mereka dapat, sebagian untuk menyicil hutang. Jadi selama hutang mereka belum lunas, maka hasil produksi mereka selalu dibeli dengan harga di bawah harga umum. Dari hasil analisa penulis menunjukkan bahwa pembelian dengan harga di bawah harga umum tersebut sudah menjadi kebiasaan umum dan berlaku tanpa ada perjanjian sebelumnya. Analisis tersebut menghantarkan pada sebuah kesimpulan, pinjaman yang digunakan untuk menambah modal disebut dengan mudharabah yang tidak sah karena beberapa ketentuan mudharabah tidak terpenuhi, yaitu tidak adanya ijab dan qabul serta sistem bagi hasil yang tidak sesuai. Solusinya adalah dengan bertaqlid kepada ulama yang tidak mensyaratkan ijab-qabul dalam mudharabah, akan tetapi ketidak jelasan nisbah bagi hasil antara petani dan agen menyebabkan mudharabah tersebut menjadi mudharabah fasidah. Kemudian pinjaman yang digunakan untuk kebutuhan konsumtif adalah riba qard karena ada keuntungan yang diterima oleh agen gula selaku pemberi pinjaman, namun karena keuntungan tersebut tidak diucapkan dalam akan dan hanya berdasarkan kebiasaan yang terlaku, maka menurut pendapat ashah keuntungan tersebut masih diperbolehkan.